Minggu, 01 Maret 2009

Masjid Beuracan, Kec. Meureudu Pidie Jaya, NAD

Oleh: Agus Budi Wibowo

Mesjid Beuracan terletak di Desa Beuracan, Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, yaitu di sisi jalan poros Sigli-Medan, yaitu di sisi jalan poros Sigli-Medan dan dapat dijangkau dengan semua jenis kendaraan darat. Mesjid ini dibangun di atas tanah seluas 40 x 40 meter deengan status tanah wakaf.
Bangunan mesjid berdenah bujur sangkar. Bagian luar sisi barat bangunan maesjid ini masih tersisa adanya bekas pondasi dari bangunan lama. Bila melihat pondasi yang tersisa itu tampak bahwa dasar pondasi yang sekarang telah bergeser sekitar 50 cm ke arah timur. Mesjid Beuracan hingga kini masih difungsikan meskipun mesjid baru telah dibangun pada sisi utara. Terlebih lagi karena mesjid ini ramai dikunjungi oleh masyarakat pada hari-hari tertentu untuk melepaskan nazar.
Mesjid Beuracan beratap tumpang 3 dari bahan seng dan berdinding kayu dengan ukiran dekoratif motif Aceh serta sulur-suluran. Dinding ini merupakan hasil pemugaran yang dilakukan oleh Muskala pada tahun 1990. Pada luar dinding terdapat teras yang dipisahkan oleh dinding tembok setinggii 95 cm dan tebal 26 cm. Pada bagian depan atap teras terdapat ukiran sulur-suluran dengan kombinasi berbagai warna.
Mesjid ini ditopang oleh 16 buah tiang sebagai soko guru yang berdiameter 52 cm yang menopang atap bagian atas. Masing-masing tiang tersebut berbentuk segi delapan dan satu buah tiang di antaranya telah diganti dengan bentuk yang sama. Selain tiang soko guru masih terdapat 4 buah tiang gantung yang turut menopang atasp bagian atas. Sejak pemugaran yang dilakukan tahun 1947 dan 1990, maka mesjid tersebut telah diberi llangit-langit dari papan. Lantai mesjid terbuat dari semen dan bata. Pola hias berupa tumpal, sulur-suluran dan hiasan bunga juga terlihat pada balok pengikat antara tiang soko guru dengan tiang gantung.
Pada sisi barat bangunan inti terdapat bagian yang menjorok keluar ynag difungsikan sebagai mihrab. Di dalamnya terdapat sebuah mimbar dari tembok semen dengan cat putih dan atap dari tirap/kayu dengan pola hias sulur-suluran dan bunga.
Unsur lain yang masih tersisia ialah adanya sebuah bedug yang terbuat dari kulit sapi dan batang pohon lontar. Menurut seorang informan bahwa kulit sapi yang digunakan bedug ini dan rotan yang digunakan sebagai pengikat telah diganti. Adapun ukuran bedug itu adalah panjang 142 cm, diameter bagian atas 75 cm, diameter badan 67 cm, dan diameter dasar 51 cm.
Peningalan lain yang tidak kalah penting adalah adanya sebuah tongkat yang seusia dengan bangunan mesjid ini. Tongkat tersebut terbuat dari rotan, bagian atas terbuat dari kuningan dan bagian bawah terbuat dari besi yang bentuknya menyerupai linggis dengan ukuran panjang 163 cm.
Di bagian luar bangunan mesjid terdapat sebuah guci Siam yang sebagian badannya tertanam di dalam tanah sehingga yang nampak pada permukaan ialah bagian leher dan mulut guci. Guci ini masih dikeramatkan sehingga diberi pembatas dari kain dan kain penutup seluruh bagian badan guci. Adapun ukuran guci diameter mulut 35 cm, diameter badan 80 cm, kedalaman/tinggi 92 cm.
Diperoleh informasi bahwa mesjid Beuracan dibangun oleh Tgk. Salim pada tahun 1622 M pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda memerintah Kerajaan Aceh. Tgk. Salim berasal Madinah. Ia datang melalui selat Malaka hingga sampai di daerah Meureudu bersama-sama dengan Tgk. Japakeh dan Malim Dagang. Tgk. Salim tinggal menetap di Pocut Krueng sehingga ia dikenal dengan nama Tgk Chik di Pocut Krueng. Tgk. Japakeh menetap di Desa Meunasah Raya dan Malim Dagang menetap di Desa Manyang Cut. Ia adalah seorang ulama. Oleh karena itu, ia kemudian membangun mesjid sebagai pusat pengajaran agama Islam kepada masyarakat di sekitarnya. Di samping itu, ia juga membuka lahan persawahan seluas 50 ha dan tanah perkebunan di lingkungan mesjid seluas 6 ha, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pembangunan mesjid.
Mesjid Beuracan pernah dipugar oleh masyarakat pada tahun 1947 dengan memperindah bangunan tanpa merubah bentuk semula, hanyya menambah dinding bagian belakang (sisi barat). Kemudian pada tahun 1990 dipugar kembali oleh Muskala Kanwil Depdikbud Prop. DI Aceh dengan penambahan dinding seluruh bagian mesjid dan mengganti tiang-tiang serta atap yang rusak.

1 komentar:

Hannan Hazimah A.H mengatakan...

gak ada foto masjidnya pak?